Kasus cyber crime ini tentang pemalsuan ijazah yang ditawarkan melalui situs www.ptmitraonlineijazah.com. Tersangka berinisal MH (30). Ia ditangkap 27 Febuari 2013. Dan untuk situsnya sendiri sudah tidak dapat di akses lagi. Mungkin sudah diblokir oleh pihak berwenang.
Dari
keterangan MH bahwa otak kelompok ini adalah IS yang merupakan narapidana di LP
Salemba, Jakarta dengan kasus yang sama. IS adalah pembuat website dan otak
yang mengatur kelompok ini. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang sudah
dipenjarapun masih bisa menjalankan aktifitas kriminalnya melalui jalur
komunikasi bisa hp atau internet.
Dari
tersangka MH, petugas menyita barang bukti alat kejahatann diantaranya adalah
ijazah kelulusan S1 dari Universitas Tarumanegara. Dan ini adalah UU ITE yang
telah dilanggar oleh si pelaku yaitu Pasal 35 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik tersebut seolah-olah data yang otentik (Phising = penipuan situs).
Dan pelaku juga diancam dengan Pasal 263 Kitab
Undang Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau
memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan
hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut
seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut
dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara
paling lama enam tahun.
(2)
Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat
palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat
menimbulkan kerugian.
Selanjutnya, di dalam Pasal 264 KUHP ditegaskan
bahwa:
(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana
penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
1. akta-akta otentik;
2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu
negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau
hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah
satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan
sebagai pengganti surat-surat itu;
5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan
untuk diedarkan;
(2)
Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat
tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan
seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan
kerugian.
Dan perlu
kita ketahui bahwa kasus kejahatan seperti ini terjadi bukan tanpa sebab,
melainkan dikarenakan kebutuhan masyarakat akan gelar sarjana sangatlah tinggi.
Yang mana gelar itu dapat memudahkan seseorang mencari pekerjaan atau untuk
meningkatkan jabatan di pekerjaannya. Dan sering kali mereka mencari jalan
pintas untuk mendapatkan gelar sarjana tersebut. Yaitu dengan membeli tanpa
harus melalui proses perkuliahan yang sangat panjang mereka dapat mendapatkan
gelar tersebut.
Dan bagi
pengguna ijazah palsu itu sendiri juga terkena ancaman hukuman seperti yang
tertera pada Pasal 69 ayat [1] UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur bahwa
“Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik,
profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara
paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00
Menurut
pengamat pendidikan Weilin Han mengatakan ada beberapa cara yang bisa dilakukan
untuk mengurangi pembuatan ijazah palsu. “Pertama, tegakkan aturan yang ada.
Jangan buat aturan lagi,” kata Weilin.
Weilin
mengatakan pemerintah cukup sering membuat aturan baru sebelum bertindak.
Dengan adanya kasus ini, ia menyarankan agar pemerintah melakukan tindakan
berdasarkan aturan yang ada. “ Gunakan aturan yang ada saja,” kata Weilin.
Weilin
pun meminta pemerintah bisa meningkatkan pengawasan. Weilin menilai,
menjamurnya para pembuat ijazah ilegal salah satu alasannya adalah karena
pengawasan yang kurang dan tidak ketat.
Ketiga,
Weilin berharap pemerintah tidak mempersulit birokrasi dalam memberikan
perizinan. Menurut Weilin, adanya lembaga ilegal dan berani menerbitkan ijazah
tak berizin salah satu faktornya terkadang terlalu ribetnya birokrasi dalam
perizinannya. “Kalau ada lembaga yang sudah baik, dan memenuhi syarat, langsung
beri izin saja,” katanya
www.hukumonline.com