Rabu, 10 Desember 2014 | 20:01 WIB, Ninis Chairunnisa
TEMPO.CO, Jakarta -
Subdit Reserse Mobil Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya
menangkap Imam Sujanji, 30 tahun, karena diduga memalsukan kartu kredit. Pria
itu ditangkap di penginapannya di Cipulir, Jakarta Selatan.
Kepala Unit V Resmob
Ajun Komisaris Handik Zusen mengatakan penangkapan tersangka dilakukan setelah
menerima laporan dari salah satu bank yang merasa dirugikan atas aktivitas
Imam. "Tersangka menggunakan data elektronik pengguna kartu kredit
WNA," ujarnya dalam sebuah keterangan, Rabu, 10 Desember 2014.
Pelaku, tutur Handik,
menggunakan kartu kredit palsu tersebut untuk berbelanja kebutuhan pribadinya.
"Dia membeli handphone di beberapa toko," tuturnya. Di antaranya
tercatat di Toko Bee Cell, Bless Cell, dan Cantik.
Modus pemalsuan yang
digunakan pelaku, menurut Handik, adalah dengan memanfaatkan mesin electronic
data capture (EDC) salah satu bank. "Dengan EDC, pihak bank bersangkutan
dirugikan lantaran harus menanggung klaim pembayaran kartu kredit,"
katanya.
Dari tangan tersangka,
polisi mengamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya adalah 8 ponsel Samsung,
3 kartu ATM, 2 kartu kredit BNI, 4 kartu kredit BII, dan 2 kartu kredit Bank
Mega.
Sumber :
http://www.tempo.co/read/news/2014/12/10/064627716/Pemalsu-Kartu-Kredit-Ditangkap-di-Cipulir
Analisa Kasus :
Kasus carding yang
terjadi di Cipulir mengindikasikan bahwa kejahatan carding bisa terjadi pada
siapa saja. Kasus ini membuktikan bahwa carding mempunyai karakteristik Global,
yaitu pelaku dan korban carding terjadi dilintas negara yang mengabaikan batas
batas geografis dan waktu. Pelaku melakukan transaksi menggunakan kartu kredit
palsu tersebut untuk berbelanja kebutuhan pribadinya. Pelaku membeli beberapa
handphone, dan bisa untuk dijual lagi. Dalam hal ini pihak bank bersangkutan
dirugikan lantaran harus menanggung klaim pembayaran kartu kredit.
Cara Menangani Kasus :
Banyak elemen penting
yang harus ikut terlibat untuk memerangi kejahatan carding di Indonesia,
menurut pendapat kami pihak-pihak terkait tersebut adalah sebagai berikut :
Pihak Bank selaku
penerbit kartu kredit harus menggunakan teknologi chip, bukan lagi swipe yang
secara kriptografi lebih lemah. Dengan menggunakan kartu kredit dengan sistem
chip, maka kejahatan kartu kredit lebih sulit ditembus daripada swipe.
Pihak Bank harus
menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung untuk menghindari kerugian yang lebih
besar setelah terjadi penyalagunaan kartu kredit, misalnya saja ketika akan
terjadi transaksi, pengguna akan mendapatkan sms untuk melakukan konfirmasi. Hal
lain yang bisa juga dilakukan diantaranya seperti memberikan laporan yang
update setiap kali transaksi baik itu pengiriman melalui SMS ataupun melalui
email, dan layanan cepat untuk melakukan pemblokiran ketika terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan.
Bagi pemilik kartu
kredit, Pengetahuan akan penggunaan kartu kredit yang sebanyak-banyaknya sangat
penting agar kita tidak mudah memberikan data-data kartu kredit, hal ini dapat
dilakukan dengan cara studi pustaka.
Sanksi tegas bagi
pelaku carding, karena kejahatan carding
bisa terjadi secara Internasional dan dapat dilakukan secara kolektif kolegial,
agar dapat memberikan efek jera untuk pelaku carding.
Pihak Kepolisian
semakin aktif dan tanggap terhadap kasus cyber crime khususnya carding dengan
semakin banyaknya melakukan rekrutmen polisi khusus dunia maya (polisi siber)
dengan kompetensi yang baik.
Pihak merchant yang
mempekerjakan karyawan harus secara aktif memberikan penjelasan dan pengetahuan
akan kejahatan dunia maya termasuk sosialisasi akan undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik kepada karyawan sejak menjalani OJT (on job training).
Sehingga karyawan menjadi lebih sadar hukum saat akan melakukan kejahatan
carding.
Pihak Internet Service
Provider (ISP) harus proaktif memblok laman-laman yang secara terang-terangan
mendukung terjadinya kejahatan carding di dunia maya, seperti laman penjualan
data kartu kredit hingga tutorial melakukan carding.
Pihak-pihak yang
menggunakan sarana kartu kredit sebagai media transaksi elektronik wajib
menggunakan protokol keamanan yang tidak mudah dibobol oleh peretas.
